Oleh: Inez Kristanti, M.Psi., Psikolog Klinis Dewasa
Masa menjelang pernikahan merupakan momen yang membahagiakan, menegangkan, sekaligus penuh tanda tanya. Apakah kehidupan pernikahan akan seperti yang dibayangkan sebelumnya? Apakah seperti yang ditampilkan di televisi atau media? Apakah dengan pengetahuan yang saya miliki sebelumnya saya bisa memberikan cinta terbaik bagi pasangan saya? Dan salah satu topik yang biasanya menimbulkan pertanyaan adalah terkait topik seksualitas.
Banyak pasangan yang merasa bahwa persoalan hubungan seksual adalah persoalan yang perlu dihadapi dan dibicarakan setelah pernikahan saja, terutama bagi mereka yang memilih untuk melakukan hubungan seksual pertama setelah mengucap janji setia. Tetapi, benarkah demikian? Menunda hubungan seksual apakah sama artinya dengan tidak mempersiapkannya sama sekali? Tentunya tidak.
Mengapa penting untuk dipersiapkan?
Pengalaman saya bertemu dengan klien di ruang praktik membantu saya semakin memahami pentingnya mempersiapkan terkait seksualitas sebelum pernikahan, walaupun pasangan tersebut memutuskan untuk tidak melakukan hubungan seksual sampai menikah. Kita tidak dapat berasumsi bahwa kita dan pasangan kita memiliki pengetahuan seksual dan familiaritas terkait isu seksualitas yang cukup baik sehingga “malam pertama” bisa berjalan secara alami dan instinctual. Pada kenyataannya–khususnya di Indonesia–banyak orang yang sejak kecil disosialisasikan bahwa seks merupakan sesuatu yang tabu, jorok, sehingga sepanjang dua, tiga, atau empat dekade kehidupannya, isu seksualitas tidak pernah tersentuh olehnya. Bayangkan, jika begitu keadaannya, bagaimana kita bisa expect bahwa semua orang akan bisa secara alami memahami apa yang perlu ia lakukan, dan terutama, merasa nyaman melakukan aktivitas seksual di malam pertama?
Apa saja yang perlu dipersiapkan?
Agar mudah dipahami, saya mau menganalogikan persiapan malam pertama ini dengan aktivitas memasak: “Cooking your first night”. Seperti halnya masakan, cobalah bayangkan bahwa membicarakan aktivitas seksual untuk memberikan cinta terbaik kepada pasangan pun ada makanan pembuka (appetizer), makanan utama (main course), dan makanan penutup (dessert).
- Makanan pembuka (appetizer): Yang dilakukan sebelum malam pertama
- Membicarakan tentang pandangan masing-masing terkait seksualitas
- Membicarakan tentang kesehatan seksual dan pemeriksaan seksual sebelum pernikahan
- Mendiskusikan tentang ekspektasi dan preferensi untuk melakukan aktivitas seksual, termasuk apabila memiliki preferensi-preferensi yang unik
- Makanan utama (main course): Terkait “the night” atau malam pertama itu sendiri
Membaca judul artikel ini, mungkin sebagian dari kalian berpikir bahwa “Wah, kalau begitu ada aturan-aturan tertentu yang perlu saya ikuti agar malam pertama saya bisa sukses dan saya bisa memberikan cinta terbaik untuk pasangan saya.” Akan tetapi, justru sebaliknya. Kita perlu pahami bahwa TIDAK ADA aturan yang universal, atau “benar” maupun “salah” dalam menjalani “malam pertama”.
- Malam pertama tidak selalu harus terjadi pada “wedding night”, atau malam setelah pernikahan dilangsungkan. Sangat bisa dipahami bahwa di malam ini, kita akan merasa terlalu lelah, sehingga hubungan seksual pertama pun bisa dilakukan pada malam-malam setelahnya.
- Pada dasarnya, nikmatilah setiap momen di malam itu dan fokuslah pada apa yang terjadi pada saat itu, tidak perlu memikirkan apa yang akan terjadi.
- Foreplay atau sentuhan dan stimulasi yang dilakukan untuk mempersiapkan penetrasi (masuknya penis ke vagina) itu sangat penting.
- Komunikasikan apa yang membuatmu nyaman maupun tidak nyaman kepada pasangan.
- Boleh mencoba untuk melakukan hal-hal yang bisa membangkitkan gairah seksual, misalnya menghias suasana dengan lilin atau memakai lingerie
- Ketahuilah bahwa percobaan pertama tentu mungkin menimbulkan situasi-situasi yang canggung dan rasa sakit.
- Keluar atau tidaknya darah, TIDAK MENENTUKAN apakah dirimu atau pasanganmu pernah melakukan hubungan seksual sebelumnya, karena kondisi selaput dara setiap perempuan berbeda-beda.
- Tidak berbohong. Dikarenakan masing-masing mungkin baru pertama kali mengeksplorasi tubuh pasangan, akan sangat mungkin kita belum dapat melakukan hal-hal yang menstimulasi pasangan secara maksimal di percobaan pertama. Beberapa orang mengaku tidak mengalami orgasme pada malam pertama dan itu tidak apa-apa. Komunikasikanlah sejujurnya kepada pasangan supaya kita bisa saling mengembangkan diri dalam memberikan cinta terbaik kepada pasangan kita.
- Makanan penutup (dessert): Terkait “the afterplay” atau hal-hal yang dilakukan setelah melakukan hubungan seksual
- Sampaikan apa yang kamu rasakan, bagaimana pengalaman seksual yang baru saja terjadi membuat kamu merasa.
- Hal-hal yang disukai dan bisa ditingkatkan.
- Bisa disampaikan dengan cara yang hangat dan sambil menyentuh atau memeluk pasangan, sehingga meningkatkan rasa keintiman dan meminimalisir kesalahpahaman dalam menyampaikan.
- Coba lagi, yang artinya adalah… Apapun yang terjadi di malam pertama, selalu ada kesempatan untuk mencoba lagi di hari-hari berikutnya.
Ingatlah bahwa yang penting adalah kita merasa nyaman dan menikmati pengalaman kita apa adanya, tidak perlu menuntut diri kita untuk menjadi “A”. atau mencapai “B”, atau menaruh ekspektasi yang terlalu tinggi terhadap malam pertama. Kita memiliki banyak waktu di masa depan untuk mencoba hal-hal yang belum dilakukan atau didapatkan pada malam pertama. Pada dasarnya, cinta terbaik tidak harus selalu sempurna, namun selalu berusaha. Selamat mencoba!